Halaman
119
Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti
|
Bab V
Catur Asrama
Renungan
Bacalah sloka Bhagawadgita III. 8 dibawah ini dengan seksama !
niyatam kuru karma tvaḿ
karma jyāyo hy akarmaṇaḥ
śarīra-yātrāpi ca te
na prasiddhyed akarmaṇaḥ
Terjemahan:
Lakukanlah pekerjaan yang diberikan padamu karena melakukan perbuatan
itu lebih baik sifatnya daripada tidak melakukan apa-apa, sebagai juga
untuk memelihara badanmu tidak akan mungkin jika engkau tidak bekerja
(Pudja, 2000).
Kegiatan Siswa
1.
Kerjakan dengan berkelompok 3-4 orang siswa!
2.
Lengkapilah tabel proses kehidupan manusia!
No
Proses Kehidupan
Astivitas
120
|
Kelas X SMA/SMK
A. Pengertian Catur Asrama
Memahami Teks
Kata
Catur Asrama berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari kata Catur dan
Asrama. Catur yang berarti empat dan kata Asrama berarti tempat atau lapangan
“kerohanian”. Kata “asrama” sering juga dikaitkan dengan jenjang kehidupan.
Jenjang kehidupan itu berdasarkan atas tatanan rohani, waktu, umur, dan sifat
prilaku manusia.
Adanya empat jenjang kehidupan dalam ajaran agama Hindu dengan jelas
bahwa hidup itu diprogram menjadi empat fase dalam kurun waktu tertentu.
Tegasnya dalam satu lintasan hidup diharapkan manusia mempunyai tatanan
hidup melalui empat tahap program itu, dengan menunjukkan hasil yang sempurna.
Dalam fase pertama, kedua, ketiga, dan ke empat rumusan tatanan hidup dipolakan.
Sehingga dapat digariskan bahwa pada umumnya orang yang berada dalam fase
pertama dan tidak boleh atau kurang tepat menuruti tatanan hidup dalam fase yang
kedua, ketiga ataupun ke empat.
Demikian seterusnya diantara satu fase hidup dengan kehidupan berikutnya.
Bilamana hal itu terjadi dan diikuti secara tekun maka kerahayuan hidup akan tidak
sulit tercapai. Bilamana dilanggar tentu yang bersangkutan akan mendapatkan
mengalaman sebaliknya. Jadi untuk memudahkan menuju tujuan hidup maka
Agama Hindu mengajarkan dan mencanagkan empat jenjang tatanan kehidupan
ini. Masing-masing jenjang itu, memiliki warna tersendiri dan semua jenjang itu
mesti dilewati hingga akhir hayat dikandung badan. Setelah itu diharapkan atma
menjadi bersatu dengan sumbernya yaitu Parama Atma.
Sumber: www.thecrowdvoice.com
Gambar 5.1 Siklus kehidupan manusia
121
Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti
|
Kegiatan Siswa
1.
Bacalah uraian berikut!
2.
Tuliskan pada lembaran lain makna apa yang dapat kamu ambil dari cerita
tersebut!
“Pelaksanaan Brahmacari Membawa Akibat Bagi Leluhurnya”
Tersebutlah seorang Brahmana yang bernama Sang Jaratkaru. Karma itu
memiliki arti berbudi belas kasihan, yang selalu memberi pertolongan kepada
orang yang sedang takut. Tetapi ia sendiri berbadan yang menakutkan dan memang
pantas untuk ditakuti karena berwatak pelebur. Ia yang bernama Jaratkaru,
sangatlah takut pada kesengsaraan hidup ini.
Jaratkaru adalah putra seorang wiku terpilih atas ketetapan budinya. Beliau
begitu rajin mengambil butir-butir padi yang tercecer di jalan atau di sawah
lalu dipungut dan dicucinya. Apabila sudah terkumpul banyak lalu ditanaknya,
digunakan sebagai korban kepada para Dewa dan juga untuk dihidangkan kepada
para tamu. Demikianlah ketetapan budi leluhurnya Jaratkaru, tidak terikat oleh
cinta asmara, tidak memikirkan istri melainkan bertapa sajalah yang dipentingkan.
Dikisahkan sekarang Sang Maha Raja Parikesit berburu kemudian dikutuk
oleh Bhagawan renggi supaya digigit naga Taksaka. Pada kesempatan itulah
Jaratkaru bertapa. Setelah ia berhasil bertapa mahir atas segala mantra - mantra ia
dibolehkan memasuki segala tempat, termasuk tempat-tempat yang dikehendaki
yaitu tempat diantaranya sorga dan neraka namanya Ayatanasthana. Pada tempat
neraka bertemu roh leluhurnya sedang terhukum tergantung pada pohon bambu
besar mukanya tertelungkup ke bawah kakinya diikat sedangkan dibawahriya
ada jurang yang sangat dalam, jalan akan menuju kawah neraka. Roh akan tepat
jatuh ke kawah apabila tali gantungan itu putus. Di lain pihak seekor tikus sedang
Sumber: www.sydney.edu.au
Gambar 5.2 Ilustrasi kehidupan setelah kematian
122
|
Kelas X SMA/SMK
menggigit pohon bambu tersebut. Peristiwa ini sangat kritis dan sangat mengerikan
bagi para roh yang terhukum. Melihat kejadian ini Jaratkaru berlinang-linang air
matanya kasihan menyaksikan roh terhukum tersebut.
Didekatilah roh itu dan ditanya satu persatu penyebab ia sampai terhukum
seperti itu. Semua roh menyampaikan suatu alasan penyebabnya seperti: mencuri,
irihati memfitnah, berzinah dan lain-lain yang menurut Jaratkaru memang pantas
pula mendapatkan hukuman seperti itu. Kemudian akhirnya Sang Jaratkaru
menanyakan penyebabnya sampai terhukum, lalu roh itu menjawab, saya ini yang
kau tanyai, saya akan katakan keadaan saya semua, keturunan kami putus itulah
sebabnya saya pisah dari dunia leluhur, dan tergantung dibambu besar ini seakan-
akan sudah masuk neraka. Saya punya seorang keturunan bernama Jaratkaru, ia
pergi untuk ingin melepaskan ikatan kesengsaraan orang, ia tidak punya istri,
karena menjadi seorang brahmacari sejak masih kecil.
Itulah sebabnya saya ada dibuluh ini, karena berata semadinya keturunan saya
di asrama pertapaannya. Mungkin ia telah hebat ilmunya namun apabila putus
ketunmannya niscaya tidak ada buah dari tapanya. Saya tidak berbeda seperti
orang yang melaksanakan perbuatan hina yang pahtas mendapat sengsara. Rugi
rupanya perbuatan saya yang baik pada waktu hidup. Kalau kiranya engkau
belas kasihan kepada saya, pintalah kasihannya sang wiku Jaratkaru supaya suka
berketurunan, supaya saya dapat pulang ke tempat para leluhur, katakanlah bahwa
saya menderita sengsara, supaya belas kasihan ia juga.
Mendengar kata - kata leluhurnya itu, makin berlinanglah air matanya
sang Jaratkaru dan tanpa disadari ia menangis, hatinya makin tersayat melihat
leluhurnya menderita, lalu berkata: “saya
inilah yang bernama Jaratkaru, seorang
keturunanmu yang gemar bertapa, bertekad
menjadi brahmacari, kiranya sekaranglah
penderitaanmu berakhir sebab selalu sempurna
tapa yang telah berlangsung. Adapun kalau itu
yang menjadi kendala untuk kembali ke sorga,
janganlah khawatir, saya akan memberhentikan
kebrahmacarian saya”.
Saya akan mencari istri agar mempunyai
anak. Adapun istri yang saya kehendali
adalah istri yang namanya sama dengan nama
saya supaya tidak ada pertentangan dalam
perkawinan saya. Kalau saya telah berputra
saya akan menjadi brahmacari lagi. Demikian
kata Sang Jaratkaru dan pergilah ia mencari
istri yang senama dengan dia. Semua penjuru
sudah dimasukinya namun belum mendapatkan istri yang senama dengan dia,
maka dia tidak tahu apa yang akan dikerjakan dengan tanpa disadari dia mencari
Sumber: www.en.wikipedia.org
Gambar 5.3 Ilustrasi cerita Sang Jaratkaru
123
Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti
|
pertolongan kepada bapaknya supaya dapat menghindarkan dirinya dari sengsara.
Kemudian masuklah ia ke hutan sunyi, sambil menangis mengeluh kepada segala
makhluk, termasuk makhluk yang tidak bergerak, Saya ini Jaratkaru seorang
brahmana yang ingin beristri berilah saya istri yang senama dengan saya Jaratkaru,
supaya saya berputra, supaya leluhur saya pulang ke sorga. Seru dan tangis sang
Jaralkaru terdengar oleh para naga, dalam waktu singkat disuruhlah para naga
mencari brahmana itu yang bernama Jaratkaru oleh Sang Basuki, yang akan
diberikan pada adiknya yang bemama Nagini yang diberi nama Jaratkaru agar
mempunyai anak brahmana yang akan menghindarkan dirinya dari korban ular.
Terjadilah perkawinan, kedua mempelai Jaratkaru yang senama, dengan
berbagai upacara. Kemudian Sang Jaratkaru mengadakan perjanjian kepada sang
istri yaitu jangan engkau mengatakan sesuatu yang tidak mengenakan perasaan,
demikian pula berbuat yang tidak senonoh. Kalau hal itu kau perbuat engkau akan
kutinggalkan. Demikianlah kata Sang Jaratkaru kepada istrinya, lalu merekapun
hidup bersama. Beberapa bulan kemudian terlihatlah tanda-tanda bahwa istrinya
hamil.
Pada suatu waktu ia akan tidur, minta ditunggui oleh istrinya, karena dikiranya
akan ditinggalkan, maka ia minta agar kepalanya dipangku istrinya, dan tidak
boleh mengganggu beliau yang sedang tidur. Dengan hati-hati istrinya memangku
suaminya yang cukup lama sampai waktu senja tepat waktu waktu pemujaan,
lalu sang Nagini Jaratkaru membangunkan brahmana Jaratkaru, takut kelewatan
waktu memuja, Setelah membangunkan justru terbalik, brahmana Jaratkaru
malah marah-marah mukanya merah karena marahnya, Brahmana berseru:”Hai
Nagini (Jaratkaru) jahanam, sangatlah penghinaanmu sebagai istri, engkau berani
mengganggu tidurku, tidak selayaknya tingkah laku istri seperti tingkahmu itu.
Sekarang engkau akan kutinggalkan”. Demikian kata-katanya lalu memandang
kepada istrinya.
Nagini mengikutinya, lari lalu memeluk kaki suaminya.” Oh tuanku, Ampunilah
hamba tuanku ini. Tidak karena hinaan hamba membangunkan tuanku. Tetapi
hanya memperingatkan tuanku akan waktu pemujaan setiap hari waktu senja.
Salahkiranya, karena itu hamba menyembah minta ampun tuanku, baik kiranya
tuanku kembali, Kalau hamba sudah punya anak yang akan menghindarkan
keluarga hamba dari korban ular, sejak itulah tuanku boleh bertapa kembali”.
Demikian Nagini minta belas kasihan. Jaratkaru menjawab “ Alangkah baiknya
perbuatanmu, Nagini, memperingatkan pemujaan kepadaku pada waktu senja,
tapi sama sekali aku tidak dapat mencabut perkataanku untuk meninggalkan
engkau. Tidak mungkir janji perkataan orang seperti aku ini. Jangan khawatir
akan keinginanmu.
Asti, anakmu sudah ada, itulah yang akan melindungimu kelak pada waktu
korban ular. Senanglah Nagini Jaratkaru. Sang Nagini ditinggalkannya, lalu
mengatakan kepada Sang Basuki tentang kepergian suaminya. Mengatakan segala
perkataan Sang Jaratkaru, dan mengatakan pula tentang isi kandungannya, yang
124
|
Kelas X SMA/SMK
menyebabkan girangnya sang Basuki. Setelah berselang beberapa lama lahir
seorang bayi laki - laki sempurna, kemudian diberi nama Sang Astika, karena
bapaknya bilang Asti”. Bayi itu disambut oleh Sang Basuki dan diberi upacara
sebagai seorang brahmana. Baru lahir Sang Astika seketika itu leluhur yang
bergantungan tadi lepas dari penderitaan dan melayang ke sorga mengenyam hasil
tapanya dahulu. Demikian pula Naga Taksaka terhindar dari korban ular yang
dilangsungkan oleh Raja Janamejaya.
B. Bagian-Bagian
Catur Asrama dan Kewajibannya
Memahami Teks
Naskah Jawa Kuno yang diberi nama Agastya Parwa menguraikan tentang
bagian-bagian
Catur Asrama. Dalam kitab Silakrama itu dijelaskan sebagai
berikut :
Catur Asrama ngaranya Brahmacari, Grhastha, Wanaprastha,
Bhiksuka, Nahan tang
Catur Asrama ngaranya
Terjemahan:
Yang bernama
Catur Asrama adalah Brahmacari, Grhastha,
Wanaprastha, dan Bhiksuka.
Berdasarkan uraian dari Agastya Parwa itu menjadi sangat jelaslah pembagian
Catur Asrama itu. Catur asrama ialah empat fase pengasramaan berdasarkan
petunjuk kerohanian. Dari ke empat pengasramaan itu diharapkan mampu menjadi
tatanan hidup umat manusia secara berjenjang. Masing-masing tatanan dalam tiap
jenjang menunjukkan proses menuju ketenangan rohani. Sehingga diharapkan
tatanan rohani pada jenjang Moksa sebagai akhir pengasramaan dapat dicapai
atau dilaksanakan oleh setiap umat. Ada pun pembagian dari Catur Asrama itu
terdiri dari :
a.
Brahmacari asrama.
b.
Gṛhaṣtha asrama.
c.
Wanaprastha asrama.
d.
Bhiksuka (Sanyasin) asrama.
Masing-masing jenjang dari memiliki kurun waktu tertentu untuk
melaksanakannya. Pelaksanaan jenjang perjenjang ini hendaknya dapat
dipahami dan dipandang sebagai kewajiban moral dalam hidup dan kehidupan
ini. Dengan demikian betapapun beratnya permasalahan yang dihadapi
dari masing-masing fase kehidupan itu tidak akan pernah dikeluhkan oleh
pelakunya.
125
Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti
|
Idealnya memang seperti itu, tidak ada sesuatu “permasalahan” yang patut
kita keluhkan. Keluh-kesah yang kita simpan dan menguasai sang pribadi kita
tidak akan pernah membantu secara ihklas untuk mendapatkan jalan keluar dari
permasalahan yang ada. Bila kita hanya mampu mengeluh tentu akan menambah
beban yang lebih berat lagi. Hindu sebagai agama telah menggariskan kepada
umatnya untuk tidak hanya biasa mengeluh.
Sri Bhagawan Kresna menjelaskan agar kita melakukan pekerjaan yang telah
diwajibkan dengan benar dan tanpa terikat akan hasilnya. Tujuannya tiada lain
adalah agar semua karma atau perbuatan yang kita lakukan diubah menjadi yoga,
sehingga kegiatan itu dapat membawa kita menuju persatuan dengan Tuhan Yang
Maha Esa.
Bila seseorang melakukan perbuatan dengan kesadaran badan, yaitu bila
mereka menyamakan dirinya sebagai manusia yang berbuat, maka perbuatannya
itu tidak akan menjadi karma
yoga. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan
perasaan mementingkan dirinya sendiri, dengan rasa keterikatan, yaitu merasa
perbuatannya, maka semua perbuatan semacam itu akan mengakibatkan kesedihan.
Sehubungan dengan itu, renungkan sloka berikut:
na buddhi-bhedaḿ janayed
ajñānāḿ karma-sańginām
joṣayet sarva-karmāṇi
vidvān yuktaḥ samācaran
(Bhagavadgītā III.26.50)
Terjemahan:
Orang yang pandai seharusnya jangan menggoncangkan pikiran
orang yang bodoh yang terikat pada pekerjaannya. Orang yang
bijaksana melakukan semua pekerjaan dalam jiwa
yoga, harus
menyebabkan orang lain juga bekerja
Bekerjalah “karma” untuk dapat mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan
hidup ini sebagai mana dijelaskan dalam ajaran Catur Purusartha. Hanya dengan
melakukan kewajiban karma seseorang akan terbebas dari semua masalah yang
dihadapinya.
Dari bagian-bagian catur asrama tersebut masing-masing dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1.
Brahmacari
Brahmacari terdiri dari dua kata yaitu kata Brahma dan kata cari. Kata
Brahma berarti ilmu pengetahuan atau pengetahuan suci. Kata cari berarti
tingkah laku dalam mencari atau mengejar ilmu pengetahuan. Jadi Brahmacari
berarti tingkatan hidup bagi orang yang sedang menuntut ilmu pengetahuan.
126
|
Kelas X SMA/SMK
“Brahmacari ngaranya sang sedeng mangabhyasa Sang Hyang
Śāstra,mnwang Sang Wruh ring tingkah Sang hyang aksara, sang
mangkana karamanya sang Brahmacari ngaranya.
(Silakrama hal 8)
Terjemahan:
Brahmacari namanya bagi orang yang sedang menuntut ilmu
pengetahuan, dan yang mengetahui prihal ilmu huruf (aksara)
Brahmacari atau Brahmacarya, dikenal juga dengan istilah hidup aguron-
guron atau Asewaka guru. Di dalam istilah Jawa kuno disebut dengan lapangan
hidup asrama, yaitu tempat penampungan bagi siswa yang sedang menuntut
ilmu. Di dalam tingkatan Brahmacari ini guru mendidik para siswa atau murid,
dengan petunjuk kerohanian, kebajikan, amal, pengabdian dan semuanya itu
didasari oleh Dharma (kebenaran).
Di samping itu guru memberikan berbagai ilmu pengetahuan kepada
para muridnya. Sistem Brahmacari lebih mengutamakan pada pembentukan
pribadi-pribadi manusa yang tangguh dan handal serta memiliki berbagai ilmu
pengetahuan dan keterampilan. Semuanya itu untuk menjadikan manusia bisa
hidup mandiri dan siap untuk menempuh kehidupan berumah tangga nantinya.
Demikian juga Brahmacari merupakan pondasi/dasar untuk menempuh
tingkat dan jenjang kehidupan lainnya seperti Gṛhaṣtha (berumah tangga)
wanaprastha dan Biksuka lapangan atau tingkat hidup pada masa menuntut ilmu
ini, siswa tidak boleh melakukan perkawinan. Jadi hubungan sexsual itu sangat
dilarang.Namun setelah tamat masa Brahmacari tersebut, menurut pandangan
sosiologi dalam masyarakat Hindu, maka dilanjutkan dengan kehidupan
Sumber: www.brahmacarya.info
Gambar 5.4 Brahmacari sebagai masa menuntut ilmu
127
Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti
|
jenjang yang kedua yaitu Gṛhaṣtha hidup berumah tangga suami istri. Dengan
adanya hubungan sosiologis tersebut maka tingkat hidup Brahmacari itu dapat
dibagi menjadi tiga golongan yaitu:
1)
Sukla Brahmacari
Sukla Brahmacari yaitu orang yang tidak kawin sejak dari kecil sampai
tiba ajalnya atau mati. Orang yang melaksanakan Sukla Brahmacari
dengan sungguh maka dalam ingatannya tidak ada terlintas nafsu seksual,
beristri. Kesadaran melaksanakan sukla Brahmacari ini memang tumbuh
dari getaran batin dan hatinya yang suci murni. Bukan disebabkan karena
menderita penyakit kelamin (impoten) dan lain sebagainya.
Pada tahap ini ditekankan bahwa pelaksanaan sukla Brahmacari itu sudah
merupakan niat secara murni dari sejak lahir sampai meninggal. Contoh tokoh
yang menjalankan kehidupan Sukla Brahmacari ialah Teruna Laksamana.
Dalam Itihasa Ramayana ada disebutkan bahwa Rāmā mempunyai adik
Teruna Laksemana. Dia adalah seorang tokoh yang menjalankan kehidupan
Sukla Brahmacari. Dia takkan kawin seumur hidupnya.
2)
Sawala Brahmacari
Sawala Brahmacari ialah orang yang kawin beristri atau bersuami hanya
sekali saja. Selanjutnya tidak akan kawin lagi, walaupun suami atau istrinya
meninggal dunia. Dalam hidupnya mereka sudah bertekad hanya kawin
sekali saja.
3) Tṛṣṇa (Krsna) Brahmacari
Tṛṣṇa Brahmacari berarti kawin lebih dari satu kali yaitu sampai batas
maksimal empat kali. Keempat istri-istri yang dikawini itu adalah istri yang
sah menurut hukum, baik hukum agama maupun perundang-undangan
yang ada. Tṛṣṇa Brahmacari ini dapat dilakukan apabila:
a.
Istri yang pertama tidak dapat melahirkan keturunan. Demikian juga
istri yang kedua juga tidak melahirkan anak-maka seorang suami bisa
kawin lagi sampai batasnya empat.
b.
Istri tidak dapat melaksanakan tugas sebagaimana mestinya (sakit yang
tak dapat disembuhkan).
Yang harus diperhatikan tiap pengambilan istri yang baru, harus seizin
istri-istri yang terdahulu demi menjaga ketenteraman dan kerukunan rumah
tangga. Dalam hal ini suami harus dapat memenuhi kebutuhan dalam keluarga
sehingga benar-benar dapat mencerminkan keluarga yang sejahtera dan
bahagia. Tetapi kalau Trsna (Krsna) Brahmacari itu dilakukan atas dorongan
nafsu untuk kepuasan (kama ), maka orang semacam itu tidak dapat disebut
Trsna Brahmacari.
128
|
Kelas X SMA/SMK
Walaupun dalam Tṛṣṇa Brahmacari disebutkan boleh kawin lebih dari satu
kali, namun ada aturan yang harus ditaati agar ketenteraman rumah tangga
tetap dapat terbina. Aturan atau syarat-syarat yang harus ditaati bagi yang mau
menjalankan kehidupan Tṛṣṇa Brahmacari adalah:
a.
Mendapatkan persetujuan dari istri-istrinya.
b.
Suami harus bersifat adil terhadap istri-istrinya secara lahir dan batin.
c.
Suami sebagai seorang ayah harus dapat berlaku adil terhadap anak-anak
yang dilahirkan.
Kewajiban dalam Brahmacari:
Sebagai seorang siswa yang sedang menuntut ilmu pengetahuan ia harus
taat terhadap petunjuk dan nasihat yang diajarkan oleh Guru yang mengajarnya.
Dalam ajaran
Agama Hindu kita mengenal adanya empat guru, yang disebut
dengan Catur Guru, yaitu:
a. Guru Swadyaya
:
yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha
Esa).
b. Guru Rupaka
:
yaitu orang tua (ibu dan bapak) yang melahirkan dan
membesarkan kita.
c. Guru Pangajian
:
yaitu guru yang mendidik dan mengajar
disekolah.
d. Guru Wisesa
:
yaitu pemerintah.
Kewajiban terhadap Guru Swadyaya:
Adapun kewajiban sebagai seorang siswa terhadap Guru Swadyaya tersebut,
harus taat terhadap segala petunjuk dan ajarannya. Sebagai umat yang percaya
tentang kemahakuasaan Tuhan, yang merupakan sumber dari segala yang ada
di dunia ini, maka taat kepada Guru Swadyaya dapat diwujudkan dengan cara
sujud bakti memujanya.
Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) sebagai guru dari alam semesta
beserta isinya, sering digelari dengan sebutan “Dewa Guru” atau Sang Hyang
Paramesti Guru. Berguru kehadapan Tuhan dapat dilakukan dengan cara
mentaati ajaran suci yang telah diwahyukan melalui para maharesi. Setiap hari
kita harus mendekatkan diri pada Beliau sebagai Guru dari semua guru. Dalam
hubungan ini kita manusia adalah murid dari Sang Hyang Widhi (Tuhan), yang
sering disebut dengan “Brahmacarin”. Brahman artinya Tuhan. Carin artinya
berguru. Jadi berguru kepada Tuhan.
Amal baik atau perbuatan dosa yang dilakukan selama berguru kepada
Hyang Widhi hasilnya berupa subha dan asubha karma. Subha asubha karma
ini dapat diterima hasilnya berupa:
a. Sancita Karmaphala
: yaitu hasil perbuatan pada waktu kehidupannya
yang lalu, baru dapat dinikmati pada kehidupannya
sekarang ini.
129
Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti
|
b. Prarabda Karmaphala
: yaitu perbuatan pada waktu kehidupan sekarang,
langsung dapat dinikmati sekarang juga.
c. Kriymana Karmaphala
: yaitu hasil perbuatan pada kehidupan sekarang, tapi
belum sempat dinikmati dalam kehidupan sekarang
ini, sehingga dapat dinikmati pada kehidupan yang
akan datang.
Berhubungan dengan hal tersebut di atas maka semua manusia yang hidup
di atas dunia ini adalah berguru kepada Sang Hyang Widhi. Oleh karena itu
maka kita wajib untuk mentaati segala petunjuk ajaran yang diwahyukan
berupa kitab suci, dan menjauhi segala larangannya, adalah merupakan jalan
untuk mendekatkan diri pada Guru Swadyaya (Sang Hyang Widhi Wasa).
Kewajiban kepada Guru Rupaka:
Guru Rupaka ialah orang tua (ibu dan bapak) yang mengadakan/yang
ngerupakan kita. Sebagai seorang anak harus menyadari bahwa jasa orang tua
(ibu dan bapak) adalah sangat berat, dan tak ternilai berapa besar jasanya lebih-
lebih sang ibu yang mengandung dan melahirkan kita, dengan mempertaruhkan
nyawa.
Demikian tinggi rasa cinta kasihnya si ibu kepada kita, sehingga ia rela
berkorban untuk menjadi badan perantara untuk memperbanyak umat manusia
di maya pada ini. Dalam Manu Smrti II, 227 ada disebutkan:
“Yam mata pitaram klesam sehete sambawe nmam natasya niskrtih
sakya kartum warsaca tai rapi
Terjemahan:
Penderitaan yang dialami oleh orang tua pada waktu melahirkan
anaknya, tidak dapat dibayar walaupun dalam waktu seratus tahun.
Sesuai dengan makna sloka di atas, orang tua sangat berjasa terhadap
anaknya. Walaupun demikian besar jasa dari Orang tua itu, namun ia tak
pernah menuntut balas jasa dari anaknya. Walaupun demikian kita sebagai
seorang anak yang berbudi luhur harus mengakui pernyataan yang dimuat
dalam Sarasamuccaya sloka 242 yang menyatakan sebagai berikut:
Tiga hutang yang dimiliki oleh seorang anak terhadap orang tuanya yang
patut dibayar untuk memenuhi dharma baktinya terhadap orang tua sebagai
guru rupaka yaitu:
a) Śarīra kṛta yaitu
: hutang badan (sarira data)
b)
Annadatta yaitu
: hutang budhi karena orang tualah yang memberikan
makan, minum, pakaian, pendidikan dan lain
sebagainya.
c) Praṇadatta yaitu
: hutang jiwa dalam arti pemeliharaan atau kelanjutan
hidup.
130
|
Kelas X SMA/SMK
Dengan memperhatikan hutang tersebut di atas, maka seorang anak
berusaha melakukan “Swadharmanya” dengan rela hati melayani segala
keperluan orang tuanya. Selanjutnya seorang anak berkewajiban memberikan
atau mengorbankan harta benda, tenaga dan pikirannya untuk kebahagiaan
orang tuanya. Bahkan lebih dari itu seorang anak ihklas mengorbankan jiwa
dan raganya demi untuk berbakti pada orang tua. Di samping itu masih ada
suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang anak terhadap leluhurnya
yaitu melaksanakan upacara Pitra Yadnya.
Walaupun upacara Pitra Yadnya telah dapat dilakukan sebagai tanda
pembayaran hutang kepada orang tuanya, tapi bukanlah berarti sudah lunas
segala kewajiban kita sebagai seorang anak. Namun yang paling penting
pembayaran hutang pada orang tua adalah, pada waktu Orang tua masih hidup,
yaitu dengan jalan membuat bahagianya hati orang tua.
Oleh karena itu tidak ada suatu alasan bagi seorang anak untuk membenci
orang tuanya apalagi menyakiti atau membunuh orang tuanya. Sebab membenci,
menyakiti atau membunuh orang tua adalah merupakan suatu perbuatan dosa
besar. Maka dari itu jauhilah segala perbuatan terkutuk itu. Kita harus berbakti
dan hormat kepada orang tua. Phahala yang diperoleh oleh orang yang hormat
pada orang tua ialah ada empat hal yaitu:
a. Kerti yaitu kemasyuran yang baik.
b. Yusa yaitu panjang umur.
c. Bala yaitu kekuatan.
d. Yasa yaitu jasa atau penghargaan.
Keempat hal ini bertambah-tambah kesempurnaannya, sebagai phahala
bagi orang yang hormat bakti kepada orang tua.
Kewajiban kepada Guru Pengajian
Yang dimaksud dengan guru pengajian ialah guru yang mengajarkan ilmu
pengetahuan yang memberi pendidikan tertentu, di sekolah maupun di asrama.
Tugas daripada guru pengajian cukup berat, tapi mulia. Guru pengajian
berfungsi untuk melanjutkan pendidikan dari Guru Rupaka, yang bertitik tolak
dari segi kerohanian dan juga ilmu pengetahuan lainnya.
Di samping itu guru pengajian bertugas untuk mengembangkan intelek dan
pengetahuan siswa, demi tercapainya tujuan pendidikan yang dicita-citakan
negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
yaitu membentuk manusia susila yang cakap, cerdas dan terampil berbudi
pekerti yang luhur dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan keluarga,
masyarakat, Nusa dan Bangsa. Tugas yang lebih berat lagi yaitu tugas dari
seorang guru agama yang mengajarkan pengetahuan agama, membentuk
moral serta budi pekerti yang luhur, serta bertaqwa (berbakti) kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
131
Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti
|
Secara singkat tugas guru pengajian ialah mendidik dan mengajarkan ilmu
pengetahuan dengan penuh cinta kasih agar anak didiknya menjadi manusia
susila lahir batin (wahyadyatmika).
Hubungan antara murid dengan guru benar-benar dapat mewujudkan
keharmonisan, sebagai halnya antara seorang ayah dengan anaknya. Seorang
murid tidak boleh menjelek-jelekkan atau menghina guru. Hal ini disebut
dengan istilah alpaka Guru (menentang Guru) siswa (murid) harus taat dan
menuruti nasihat serta ajaran-ajaran guru pengajian. Dalam Niti Sastra ada
disebutkan:
Haywa maninda ring dwija daridra dumada atȇmu.
çāstra teninda denira kapātaka tinēmu magӧng.
Yan kita ninda ring guru patinta maparȇk atȇmu.
Lwirnika wangça-patra tunibeng watu rȇmȇk apasah
(Nitiśāstra II, 13)
Terjemahan:
“Janganlah sekali-kali mencela guru, perbuatan itu akan dapat
mendatangkan kecelakaan bagimu. Jika kamu mencela buku-buku
suci, maka kamu akan mendapatkan siksaan dan neraka, jikalau
kamu mencela guru maka kamu akan menemui ajalmu, ibarat piring
yang jatuh hancur di batu.
Adapun orang berkhianat kepada guru, berarti ia telah berbuat dosa besar.
Dalam kitab Sarasamuccaya ada disebutkan seperti:
“Samyaṅ mithyāprawrtte wā
wartitawyam gurāwiha,
gurunindā nihantyāyurmanusyānām
nā samçayah.
Lawan waneh, hay wa juga ngwang mangupat ring guru,
yadyapin salah kene polahnira, kayatnākena juga gurūpacarana,
kasiddhaning kasewaning kadi sira, bwat amuharāpāyusa amangun
kapāpan,
kanin-dāning kadi sira’
(Sarasamuccaya, 238)
Terjemahan:
Sebagai seorang siswa, tidak boleh mengumpat guru, walaupun perbuatan
beliau keliru, adapun yang harus diusahakan dengan baik ialah perilaku
yang layak kepada guru agar berhasil dalam menimba ilmu. Bagi yang suka
menghina guru, akan menyebabkan dosa dan umur pendek baginya.
132
|
Kelas X SMA/SMK
Dalam hal belajar,
Agama Hindu menguraikan secara panjang lebar
mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan proses belajar mengajar
seperti umur dalam belajar. Tata tertib dalam belajar, materi pelajaran dan
upacara dalam menuntut ilmu. Kitab Dharmasastra oleh Rsi Yajnawalkya
menyatakan bahwa umur untuk mulai belajar adalah umur semasih kanak-
kanak yakni umur lima tahun dan selambat-lambatnya umur delapan tahun.
Pada umur delapan tahun seorang anak harus sudah menikmati masa belajar
melalui proses belajar mengajar.
Sedangkan kitab Grihya Sutra menyatakan: bahwa masa belajar berlangsung
jangan sampai melampaui batas umur 24 tahun. Ini berarti setelah berumur 24
tahun scseorang sudah semestinya mempersiapkan diri untuk memasuki masa
hidup Grhasta. Dalam kitab Niti Sastra ada dijelaskan sebagai berikut :
Taki-takining sewaka guna widya
Smara-wisaya rwang puluh ing ayusya
tȇngah i tuwuh san-wacana gȇgӧn-ta
patilaring atmeng tanu pagurokȇn
( NitiśāstraV.I )
Terjemahan:
Seorang pelajar wajib menuntut pengetahuan dan keutamaan. Jika sudah
berumur 20 tahun orang harus kawin. Jika sudah setengah tua berpeganglah
pada ucapan yang baik. Hanya tentang lepasnya nyawa kita mesti berguru.
Atas dasar itu maka seorang yang berumur di atas dua puluh tahun sudah
dinyatakan dewasa dan wajib memikirkan masa hidup berikutnya.
Kewajiban kepada Guru Wisesa (Pemerintah)
Guru Wisesa ialah pemerintah yang sah. Sebagai seorang siswa, dan
sekaligus juga merupakan bagian dari anggota masyarakat maka kita
harus menghormati dan menjunjung tinggi martabat bangsa, negara
dan pemerintahannya. Sebaliknya Pemerintah selalu memikirkan dan
mengusahakan kesentosaan dan kemakmuran rakyat. Di samping itu harus
dapat memberikan perlindungan kepada rakyat dari berbagai problem seperti
kesusahan, kesewenangan (monarkhi), menjalankan hukum dan keadilan tanpa
pandang bulu. Menyelenggarakan pendidikan bagi warganya demi kemajuan
dan kecerdasan bangsa.
Dalam Kekawin Ramayana, Rama memberikan nasehat kepada Wibhisana
tentang bagaimana tindakan guru wisesa (pemerintah) menjadi abdi rakyat
tanpa ikatan nafsu untuk mendapat sanjungan, kemasyuran, kemewahan dan
lain sebagainya. Bunyi sloka dalam kekawin itu adalah:
133
Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti
|
“Sakan ikang rat kita yan wenang manut, manupa desa prihatah
rumak saya ke say an ikang papa Nahan prayo jana, jana nuragadi
tuwin kapangguha.
(Ramayana, 82)
Terjemahan:
“Tegakkanlah Dharma atau kebenaran itu sebagai tiang Negara, utamakan
ajaran Manu untuk mengabdi pada negara, Lenyapkanlah dan perangilah
kesengsaraan itu, sehingga kecintaan dan kesetiaan rakyat pasti akan dijumpai.
Tidak hanya rakyat yang cinta, tetapi Tuhan sebagai pelindung Dharma
akan merahmati umatNya yang berbudi mulia. Oleh karena itu ajaran
Agama
Hindu kita diharapkan dalam melaksanakan tugas, berpegang pada motto dan
pedoman sepi ing pamerih rame ing gawe, demi kepentingan masyarakat dan
umat manusia.
2. Gṛhaṣtha
Gṛhaṣtha
ialah tingkat kehidupan pada waktu membina rumah tangga yaitu
sejak kawin. “Kata Grha: berarti rumah atau rumah tangga. “Sta/stand artinya
berdiri atau membina. Tingkat hidup Gṛhaṣtha yaitu menjadi pimpinan rumah
tangga yang bertanggung jawab penuh baik sebagai anggota keluarga maupun
sebagai anggota masyarakat serta sekaligus sebagai warga negara jenjang
kehidupan Grhasta dapat dilaksanakan apabila keadaan fisik maupun psikis
dipandang sudah dewasa, dan bekal pengetahuan sudah cukup memadai.
Setelah memasuki tingkat hidup Grhasta, bukan berarti masa belajar
atau menuntut ilmu itu berakhir sampai disitu saja. Belajar tidak mengenal
batas usia. Belajar berlangsung selama hayat dikandung badan. Maka orang
bilang masa muda adalah
masa belajar. Hal ini
mengandung arti bahwa
tidak ada istilah tua dalam
hal belajar. Karena ilmu
pengetahuan itu sifatnya
berkembang terus. Ilmu
yang didapatkan dalam
jenjang Brahmacari itu
lebih diperdalam serta
ditingkatkan lagi setelah
menginjak hidup berumah
tangga (Gṛhaṣtha).
Sumber: www.wisatabalitoursclub.com
Gambar 5.5 Gṛhaṣtha asrama
134
|
Kelas X SMA/SMK
Dalam hidup berumah tangga ini ada beberapa kewajiban yang perlu
dilaksanakan yaitu:
a.
Melanjutkan keturunan
b.
Membina rumah tangga
c.
Bermasyarakat
d.
Melaksanakan Pañca Yajña .
Untuk itu maka dalam jenjang kehidupan ini masalah artha dan kama
menduduki tujuan utama, dengan berlandaskan Dharma (kebenaran).
Kewajiban Suami dan Istri dalam Rumah Tangga
Kita telah ketahui bahwa keluarga Hindu menganut hukum patriaarchat
(kebapaan). Dengan demikian jelaslah di sini bahwa suami berkedudukan
sebagai kepala rumah tangga. Kapan si suami tidak mampu lagi bertindak
sebagai kepala rumah tangga, karena suatu penyakit atau meninggal maka si
istrilah yang menggantikan suami selaku kepala rumah tangga.
Menurut undang-undang Perkawinan yaitu UU. No. 1 Tahun 1974
bahwa suami dan istri masing-masing memikul kewajiban yang luhur untuk
menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
Secara garis besarnya kewajiban-kewajiban tersebut adalah:
a)
Hak dan kedudukan suami istri dalam pergaulan kehidupan dalam
masyarakat adalah seimbang.
b)
Setiap pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
c)
Suami sebagai kepala rumah tangga dan istri sebagai ibu rumah Tangga.
d)
Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, dan saling
memberikan bantuan secara lahir dan batin.
Sumber:
Penulis, 2015
Gambar 5.6 Ritual Perkawinan
135
Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti
|
Dalam keluarga terdapat “Suami Istri” yang memegang peranan penting
bagi kesejahteraan “Keluarga” pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Adapun hubungan antara suami dan istri harus dapat menjalin
kerukunan dalam kesatuan pikiran, ucapan, perbuatan serta sesuai dengan
norma-norma agama. Hidup suami istri bukanlah merupakan suatu persaingan
dalam menuntut persamaan hak dan bukan merupakan suatu perlombaan dalam
melakukan tugas dan kewajiban itu, melainkan merupakan suatu keharmonisan
dan kesatuan hidup lahir dan batin. Hal ini disimbulkan sebagai Ardanaraswari
yaitu persatuan antara laki dan perempuan dalam satu badan.
Segala kebajikan perlu diamalkan dalam rumah tangga sesuai dengan
swadharmanya Gṛhaṣtha baik bersifat lahir maupun batin. Karena rumah
tangga itu adalah dunia kecil bagi kita dan merupakan sumber fakta-fakta
yang menunjukkan tingkat kepribadian dari semua anggota keluarga. Oleh
karena itu hendaknya selalu memupuk pribadi yang baik dalam rumah
tangga, sehingga dapat menjadi anggota-anggota masyarakat yang baik,
dan dapat menjadi warga negara yang mulia. Antara suami dan istri harus
selalu ada saling pengertian untuk mewujudkan keluarga sejahtera. Sebagai
seorang suami dan istri haruslah tetap ingat melaksanakan kewajiban dengan
penuh kesadaran sebagai anggota atau kepala rumah tangga sehingga dapat
terciptanya keharmonisan dalam keluarga.
Sejalan dengan dasar-dasar ketentuan yang telah ditetapkan berda-sarkan
UU No. 1 Tahun 1974 itu. Kitab suci Hindu yang merupakan dasar Hukum
Hindu telah pula menggariskan ketentuan yang menjadi syarat dan landasan
bagi pembinaan keluarga itu. Tentang garis-garis besar mengenai kewajiban
Suami-Istri dicantumkan dalam Kita Manava dharmasastra bab. IX mulai
dari pasal 1 sampai dengan pasal 103. Untuk dapat mengetahui pokok-pokok
pikiran yang mengatur hubungan hukum mengenai hak dan kewajiban suami
istri menurut ajaran
Agama Hindu adalah sebagai berikut:
Kewajiban Suami
Menurut kitab suci Hindu (Weda Smerti) seorang suami berkewajiban:
a)
Melindungi istri dan anak-anaknya. la harus mengawinkan anaknya kalau
sudah waktunya.
b)
Menugaskan istrinya untuk mengurus rumah tangga dan urusan agama
dalam rumah tangga ditanggung bersama.
c)
Menjamin hidup dengan memberi nafkah kepada istrinya, bila akan pergi
keluar daerah.
d)
Memelihara hubungan kesucian dengan istri, saling percaya mempercayai,
memupuk rasa cinta dan kasih sayang serta jujur lahir batin. Suka dan
duka dalam rumah tangga ditanggung bersama sehingga terjaminnya
kerukunan dan keharmonisan.
136
|
Kelas X SMA/SMK
e)
Menggauli istrinya dan mengusahakan agar tidak terjadi perceraian dan
masing-masing tidak melanggar kesucian.
f)
Tidak merendahkan martabat istri. Janganlah terlalu cemburu, yang
menyebabkan timbulnya percecokan dan perceraian dalam keluarga.
Kewajiban Istri
Di samping kewajiban suami menurut Weda Smerti, ditetapkan pula pokok
kewajiban istri, sebagai timbal balik dari kewajiban suaminya. Kewajibannya
ini meliputi kewajiban sebagai seorang istri dan kewajiban sebagai wanita
dalam rumah tangga, kewajibannya itu adalah:
a)
Sebagai seorang istri dan sebagai seorang wanita hendaknya selalu berusaha
tidak bertindak sendiri-sendiri. Setiap rencana yang akan dibuat, harus
dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan suami.
b)
Istri harus pandai membawa diri dan pandai pula mengatur dan memelihara
rumah tangga, supaya baik dan ekonomis.
c)
Istri harus setia pada suami, dan pandai meladeni suami dengan hati yang
tulus ikhlas serta menyenangkan.
d)
Istri harus dapat mengendalikan pikiran, perkataan dan tingkah laku dengan
selalu berpedoman pada susila. la harus dapat menjaga kehormatan dan
martabat suaminya.
e)
Istri harus dapat memelihara rumah tangga, pandai menerima tamu dan
meladeni dengan sebaik-baiknya.
f)
Istri harus setia dan jujur pada suami. Dan tidak berhati dua.
g)
Hemat cermat dalam menggunakan artha kekayaan, tidak berfoya-foya dan
boros merupakan pangkal kemelaratan.
h)
Mengerti tugas wanita, rajin bekerja, merawat anak dan meladeni
kepentingan semua keluarga. Berhias di waktu perlu.
Demikianlah antara lain kewajiban sebagai seorang suami dan istri. Oleh
karena itu hendaknya selalu memupuk pribadi yang baik. Selain daripada itu
rasa kasih dan sifat lemah lembut bersaudara harus kita tumbuh kembangkan.
Contoh hal tersebut dapat kita temui dalam wiracarita Mahabarata, di mana
diceritakan bahwa pandawa bersama lima saudaranya bersatu dan hidup rukun,
sehingga ia dapat terangkat dari lembah kesengsaraan, menuju bahagia.
137
Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti
|
Memahami Teks
a.
Bentuklah kelompok 3-4 orang siswa
b.
Carilah gambar (intenet, koran, majalah dan yang lain) berkaitan dengan
Brahmacari dan grhasta.
c. Gunting dan tempelkan gambar tersebut pada kertas HVS A 4 buatlah
deskripsi dari masing-masing gambar tersebut dan presentasikan !
Paraf Guru
Paraf Orang Tua
Nilai
(........................................)
(........................................)
3.
Wanaprastha
Jenjang kehidupan yang ketiga dari Catur Asrama ialah wanaprastha.
Wanaprastha terdiri dari dua rangkaian kata sansekerta yaitu wana artinya
pohon kayu, hutan semak belukar danprastha artinya berjalan/berdoa paling
depan dengan baik. Pengertian Wanaprastha dimaksudkan berada dalam hutan,
mengasingkan diri dalam arti menjauhi dunia ramai secara perlahan-lahan
untuk melepaskan diri dan keterikatan duniawi. Dalam upaya melepaskan
diri yang dimaksud adalah berusaha membatasi dan mengendalikan diri dari
unsur Triguna yaitu sifat Rajas dan Tamas, agar dalam Satwam kerohaniannya
lebih mantap dan diberkahi oleh Hyang Widhi sebagai tujuannya menjadi lebih
dekat.
Tingkatan hidup Wanaprastha merupakan persiapan diri mengurangi
keterikatan dan keterlibatan dengan kehidupan duniawi. Dalam kehidupan
sehari-hari tingkatan hidup Wanaprastha ini dapat dilaksanakan setelah anak
kita dewasa semua bebas dari tanggungan. Wanaprastha adalah jenjang
kehidupan untuk mencari ketenangan batin, dan mulai melepaskan diri dari
keterikatan terhadap kemewahan duniawi. Pada masa kehidupan Wanaprastha
ini, tanggung jawab rumah tangga dan kewajiban-kewajiban selaku anggota
masyarakat, karena diambil alih oleh anak dan cucu.
Kenikmatan dan kepuasan yang bersifat lahiriah sedikit demi sedikit mulai
dikurangi. Pusat perhatian pada jenjang ini adalah mengarah pada kenikmatan
rohani yang bersifat abadi yaitu moksa. Dia tidak terikat lagi dengan artha
dan Kama. Maksud dan tujuan hidup Wanaprastha adalah untuk mencari
ketenangan.
138
|
Kelas X SMA/SMK
Memang kalau kita memperhatikan
istilah Wanaprastha berarti hidup
mengasingkan diri ke hutan, tetapi
zaman sekarang, menjalani masa hidup
Wanaprastha itu tidak usah pergi ke
hutan. Lebih baik ketenangan itu kita
cari pada diri masing-masing. Berbuat
baik untuk kepentingan masyarakat,
Nusa dan Bangsa, dengan menegakkan
ajaran Ahimsa (tanpa kekerasan).
Adapun manfaat menjalankan hidup
Wanaprastha adalah:
a)
Untuk mencapai ketenangan
Rohani.
b)
Memanfaatkan sisa-sisa kehidupan di dunia ini untuk mengabdi dan
berbuat amal kebajikan kepada masyarakat umum.
c)
Melepaskan segala keterikatan terhadap duniawi.
Masa mulai Menempuh Hidup Wanaprastha
Masa yang baik untuk mulai menempuh hidup sebagai seorang Wanaprastha
adalah setelah berusia kurang lebih 60 tahun ke atas. Karena pada sedemikian
itu, anak-anaknya sudah dapat hidup mandiri. Bagi seorang pegawai negeri ia
sudah pensiun sehingga ia sudah lepas dan bebas dari tugas dinasnya.
Ia dapat menikmati sisa usianya yang sudah senja untuk ketenangan
batinnya, agar dapat berpegang pada ucapan-ucapan yang baik, terutama
mempelajari persiapan-persiapan untuk lepasnya Atma dari tubuh kita yaitu
mati. Mati adalah pasti, karena tidak dapat dihindari, hanya waktunya kita tidak
tahu, karena itu merupakan kuasa Tuhan. Maka menempuh hidup Wanaprastha
bagi setiap orang tidak sama usianya, karena tingkat sosial ekonomis tiap-tiap
orang adalah berbeda.
4. Bhiksuka/Sanyasin
Bhiksuka juga sering disebut Sanyasin. Kata Bhiksuka berasal dari kata
Bhiksu sebutan untuk pendeta Budha. Bhiksu artinya meminta-minta. Bhiksuka
ialah tingkat kehidupan yang lepas dari ikatan keduniawian dan hanya
mengabdikan diri kepada Hyang Widhi dengan jalan menyebarkan ajaran-
ajaran kesusilaan. Dalam pengertian sebagai peminta-minta dimaksudkan
ia tidak boleh mempunyai apa-apa dalam pengabdiannya pada Hyang
Widhi dan untuk makannyapun ditanggung oleh murid-murid pengikutnya
ataupun umatnya sendiri. Dalam pengertian sebagai Sanyasin dimaksudkan
meninggalkan keduniawiaan dan hanya mengabdi kepada Hyang Widhi
dengan memperluas ajaran-ajaran kesucian.
Sumber: www.kaskus.co.id
Gambar 5.7 Siklus Kehidupan
139
Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti
|
Bagi orang yang telah menjalankan hidup
Bhiksuka, akan mencerminkan suatu sifat dan
tingkah laku yang baik serta bijaksana. Orang
Bhiksuka akan selalu memancarkan sifat-sifat
yang menyebabkan orang lain menjadi bahagia.
Dia akan tetap menyebarkan angin kesejukan,
angin kebenaran, tidak mudah diombang-
ambing oleh gelombang kehidupan duniawi.
Dia telah mampu menundukkan musuh-musuh
yang ada dalam dirinya seperti: Sad Ripu, Sapta
Timira, Sad Atatayi dan Tri Mala.
Sad Ripu
Sad Ripu adalah enam macam musuh yang ada dalam setiap diri manusia.
Musuh-musuh ini perlu dimusnahkan dari diri kita, sehingga dapat menerapkan
kehidupan Bhiksuka dengan baik. Adapun keenam musuh tersebut sebagai
berikut:
a.
Kama artinya hawa nafsu
b.
Lobha artinya loba/tamak.
c.
Krodha artinya kemarahan
d.
Moha artinya kebingungan
e.
Mada artinya kemabukan
f.
Matsarya artinya iri hati.
Kesemuanya ini merupakan musuh dari setiap orang, namun ukuran
pengaruhnya berbeda-beda pada setiap orang. Oleh karena Sad Ripu ini
merupakan musuh, maka patutlah ia ditaklukan agar dapat dikuasai setiap
gerak dari pengaruhnya. Dengan demikian ia tidak dapat lagi mengganggu dan
merdnggong kehidupan manusia. Untuk lebih jelasnya marilah kita uraikan
satu persatu.
Sapta Timira
Sapta timira artinya tujuh kegelapan. Yang dimaksud dengan tujuh kegelapan
ialah tujuh hal yang menyebabkan pikiran orang menjadi gelap. Kegelapan
pikiran ini, dapat menimbulkan tingkah laku yang jelek dan menyimpang dari
ajaran agama. Ketujuh kegelapan itu adalah:
a)
Surupa artinya kecantikan atau kebagusan.
b)
Dhana artinya kekayaan.
c) Guṇa artinya kepandaian.
d)
Kulina artinya keturunan.
e)
Yowana artinya masa remaja/muda.
f)
Sura artinya minuman keras.
g)
Kasuran artinya keberanian.
Sumber:
www.indianetzone.com
Gambar 5.8 Seorang Brahmin
140
|
Kelas X SMA/SMK
Sad Atatayi
Sad Atatayi artinya enam macam pembunuh kejam. Keenam pembunuh ini
adalah:
a)
Agnida artinya membakar milik orang lain.
b)
Wisada artinya meracun.
c)
Atharwa artinya melakukan ilmu hitam.
d)
Satraghna artinya mengamuk.
e)
Dratikrama artinya memperkosa.
f) Raja pisuna artinya memfitnah.
Tri Mala
Tri mala artinya tiga macam perbuatan kotor yaitu:
a)
Kasmala yaitu perbuatan yang hina dan kotor.
b)
Mada yaitu perkataan, pembicaraan yang dusta dan kotor.
c)
Moha yaitu pikiran perasaan yang curang dan angkuh.
Musuh-musuh atau sifat-sifat tersebut di atas harus dihindarkan dari segala
bentuk perbuatan seperti: dalam bentuk perkataan, pikiran dan perbuatan.
Mengenai batas waktu atau saat yang baik untuk menjalankan hidup Bhiksuka
atau Sanyasin tidak dapat ditentukan secara pasti. Dalam hubungan ini Kakawin
Nitiśāstramenyebutkan sebagai berikut:
Taki-taki ning sewaka guna widya,
Smara - wisaya rwang puluh ing ayusya,
tȇngahi tuwuh san-wacana gȇgӧn-ta,
Patilaring atmeng tanu pagurokȇn”
(Nitisastra, V. 1)
Terjemahan:
Seorang pelajar wajib menuntut ilmu pengetahuan dan keutmaan, jika
sudah berumur 20 tahun orang boleh kawin. Jika setengah tua, berpeganglah
pada ucapan
Memperhatikan penjelasan Nitiśāstra di atas dapat ditegaskan bahwa
jenjang pertama adalah Brahmacari saat umur masih muda kemudian Grhasta,
setelah cukup dewasa, selanjutnya Wanaprastha setelah umur setengah lanjut
dan terakhir Bhiksuka setelah umur lanjut.
141
Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti
|
Kegiatan Siswa
a.
Buatlah kelompok 3-4 orang siswa
b.
Buatlah narasi singkat tentang kehidupan wanaprasta dan bhiksuka yang ada
di lingkungan tempat tinggalmu !
c.
Presentasikan hasil pengamatanmu di depan kelas !
Uji Kompetensi
1. Jelaskan pengertian Catur
Asrama menurut lontar Agastya Parwa !
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
2. Sebutkan pembagian dari Catur
Asrama !
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Brahmacari ?
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
4. Sebut dan jelaskanlah bagian-bagian dari Catur Pramana!
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
5. Sebutkan dan jelaskan kewajiban sebagai Brahmacari!
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
142
|
Kelas X SMA/SMK
6. Jelaskan secara singkat pengertian Wanaprastha dilihat dari arti katanya!
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bhiksuka
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Refleksi Diri
1. Setelah mempelajari materi ini hal baru apakah yang didapatkan dan hal apakah
yang harus dikembangkan ?
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
2.
Sesuai dengan tahapan catur asrama, coba kamu tuliskan rencana hidup ini mulai
dari masa belajar sekarang, berumah tangga dan masa pensiunan !
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
3.
Buatlah rangkuman materi catur asrama !
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Paraf Guru
Paraf Orang Tua
Nilai
(........................................)
(........................................)